Minggu, 16 Oktober 2016

Suhu Lingkungan




BAB I
TUJUAN PRAKTIKUM
A.     Tujuan Kegiatan
1.      Dapat melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh
B.      Kompetensi Khusus
1.      Mahasiswa dapat melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh

BAB II
DASAR TEORI
Manusia adalah homoiterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun suhu lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya. Kulit memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di dalam kulit terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan oleh sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor berbagai macam sensasi satu di antaranya adalah termoreseptor (Soewolo dkk, 2005).
Pusat pengatur panas dalam tubuh adah hypothalamus. Hipotalamus ini dikenal sebagai thermostat yang berada di bawah otak. Terdapat dua hipotalamus, yaitu hypothalamus anterior yang berfungsi mengatur pembuangan panas dan hypothalamus posterior yang berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas.
Bila tubuh merasa panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan kehilangan panas ke lingkungan; bila tubuh merasa dingin, maka kecenderungannya menurunkan kehilangan panas. Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi-konveksi ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan lingkungan eksternal. Bagian pusat tubuh merupakan ruang yang memiliki suhu yang dijaga tetap sekitar 37 oC (Soewolo dkk, 2005).
Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah. Vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang memungkinkan peningkatan aliran darah panas ke kulit, akan meningkatkan kehilangan panas. Sebaliknya, vasokonstriksi pembuluh darah kulit mengurangi aliran darah ke kulit, sehingga menjaga suhu pusat tubuh konstan, dimana darah diinsulasi dari lingkungan eksternal, jadi menurunkan kehilangan panas. Respon-respon vasomotor kulit ini dikoordinasi oleh hipotalamus melalui jalur sistem para simpatik. Aktivitas simpatetik yang ditingkatkan ke pembuluh kutaneus menghasilkan penghematan panas vasokonstriksi untuk merespon suhu dingin, sedangkan penurunan aktivitas simpatetik menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi pembuluh darah kulit sebagai respon terhadap suhu panas (Soewolo dkk, 2005: 287-288).
Bila benda dingin ditempelkan langsung pada kulit, pembuluh darah makin berkontraksi sampai suhu 15oC. Saat titik mencapai derajat konstriksi maksimum pembuluh darah mulai berdilatasi. Dilatisi ini disebabkan oleh efek langsung pendinginan setempat terhadap pembuluh itu sendiri. Mekanisme kontraksi dingin membuat hambatan impuls saraf datang ke pembuluh tersebut pada suhu mendekati suhu 0oC sehingga pembuluh darah mencapai vasodilatasi maksimum. Hal ini dapat mencegah pembekuan bagian tubuh yang terkena terutama tangan dan telinga (Syaifuddin, 2009: 324).
Pengaruh lingkungan pada suhu hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas. Suhu inti adalah suhu didalam bagian tengah tubuh (organ-organ abdomen dan toraks, susunan saraf pusat, dan otot rangka) yang secara homeostatis dipertahankan pada suhu sekitar 37,8oC (Sherwood, 2001).
Mekanisme termoregulasi panas tersebut berlangsung secara cepat karena melibatkan sistem saraf dan hormon sehingga disebut neuro-endokrin. Regulasi panas badan menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif) artinya apabila panas badan melebihi suhu optimal, maka hipothalamus akan  berusaha menurunkan ke optimal dan sebaliknya. Sebagai ilustrasi jika suhu  lingkungan tinggi atau suhu badan meningkat 1-2oC, maka kenaikan suhu tersebut akan mempengaruhi sel-sel saraf hipothalamus selanjutnya  hipothalamus akan menginstruksikan lewat neuron-endokrin ke saraf perifer agar meningkatkan sirkulasi darah perifer yang berada di bawah kulit dan meningkatkan perkeringatan sehingga panas badan banyak yang keluar. Selanjutnya suhu darah yang telah turun tersebut akan ke hipothalamus dan menginstruksikan agar aktifitas sel-sel sarafnya diturunkan sehingga suhu badan tetap dalam kondisi optimal. (Djukri dan Heru, 2015)
Pemakaian energi oleh tubuh, menghasilkan panas yang penting dalam pengaturan suhu. Sebagian besar energi makanan akhirnya diubah menjadi energi panas. Perlunya tubuh menghasilkan panas secara internal karena manusia hidup di lingkungan yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuhnya. Pembentukkan panaspun akhirnya bergantung pada peristiwa oksidasi bahan metabolik makanan. Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat terjadi melalui empat cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh dengan cara evaporasi. Pelepasan panas melalui radiasi juga sangat kecil kemungkinannya karena air merupakan penyerap radiasi inframerah yang efektif (Isnaeni, 2006).
Karena fungsi sel peka terhadap fluktuasi suhu internal, manusia secara homeostatis mempertahankan suhu tubuh pada tingkat yang optimal bagi kelangsungan metabolisme yang stabil. Bahkan peningkatan suhu tubuh sedikit saja sudah dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf dan denaturasi protein yang ireversibel. Suhu tubuh normal secara tradisional dianggap berada pada 370C (98,60F). Namun sebenarnya tidak ada suhu tubuh “normal” karena suhu bervariasi dari organ ke organ. Dari sudut pandang termoregulatorik, tubuh dapat dianggap sebagai suatu inti di tengah (central core) dengan lapisan pembungkus di sebelah luar (outer shell). Suhu di inti bagian dalam yang terdiri dari organ-organ abdomen dan toraks, sistem saraf pusat, serta otot rangka, umumnya relative konstan sekitar 37,8oC (1000F). Suhu inti internal inilah yang dianggap sebagai suhu tubuh dan menjadi subjek pengaturan ketat untuk mempertahankan kestabilannya. Suhu kulit dapat berfluktuasi antara 200C (680F) dan 400C (1040F) tanpa mengalami kerusakan. Ini karena suhu kulit sengaja diubah-ubah sebagai tindakan kontrol untuk membantu mempertahankan agar suhu di tengah tetap konstan (Sherwood, 2001)
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas secara mandiri dan tidak bergantung pada suhu lingkungan. Tubuh manusia memiliki seperangkat system yang memungkinkan tubuh manghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan. Panas yang dihasilkan tubuh sebenarnya merupakan produk tambahan proses metabolism yang utama.
Asal Panas Pada Tubuh Manusia
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Adapun suhu tubuh dihasilkan dari :
1.      Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel tubuh.
2.      Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk kontraksi otot akibat menggigil).
3.      Metabolisme   tambahan   akibat   pengaruh   hormon   tiroksin   dan   sebagian   kecil   hormon   lain,   misalnya   hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron)
4.      Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan rangsangan simpatis pada sel.
5.      Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu sendiri terutama bila temperatur menurun.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub-kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C.
Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. banyak faktor yang dapat menyebabkan perubahan suhu tubuh. Manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya meski suhu lingkungan berubah. Manusia termasuk ke dalam organisme berdarah panas (Homokiloterm). untuk membantu guru dalam memahami materi ini silakan download panduan pembelajaran tentang kestabilan suhu tubuh disini.   Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia   diatur   dengan   mekanisme   umpan   balik  (feed   back)  yang   diperankan   oleh   pusat   pengaturan   suhu   di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Mekanisme Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah
1.      Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :
a.      Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b.      Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin. 
c.       Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat.
2.      Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun, yaitu :
a.      Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh
Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior.
b.      Piloereksi
Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada binatang tingkat rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap lingkungan.
c.       Peningkatan pembentukan panas
Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi tiroksin.
Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
1.      Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2.      Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme. 
3.      Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
4.      Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal. 
5.      Hormon kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
6.      Demam (peradangan/inflamasi)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C. 


7.      Status gizi
Mal nutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8.      Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C. 
9.       Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10.  Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.   Alat
-          Termometer badan
-          Pemanas air
-          Stopwatch
B.      Bahan
-          Air panas
-          Es batu
C.   Prosedur Praktikum
Dalam pengukuran suhu tubuh homeoterm dalam hal ini praktikan digunakan termometer badan yang skalanya 35-430C. ada berbagai tempat yang biasa digunakan untuk pengukuran suhu tubuh antara lain: aksial (ketiak), siblingual (oral) dan anal (anus)
1.      Sebelum menggunakan termometer harus menunjukkan skala terendah, hal ini dilakukan dengan cara mengibas-ngibaskan termometer tersebut. Untuk melakukan hal ini perlu hati-hati karena sering secara tidak sengaja menyentuh tubuh teman atau benda keras lainnya yang dapat mengakibatkan pecahnya termometer.
2.      Menaruh termometer tersebut pada ketiak praktikan selama kurang lebih 3 menit, kemudian mengamati skalanya dan mencatat suhunya. Setelah itu pada leher menempelkan kompres air dingin selama lima menit, kemudian mengukur suhu tubuh seperti langkah a) dan mengamati setiap 1 menit. Mengulangi dengan mengganti kompres air hangat. Mencatat apakah ada perbedaan suhu tubuh praktikan pada sebelum dan sesudah perlakuan.








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.     Hasil Pengamatan
1.      Data hasil pengamatan
-          Data kelompok
No.
Kode Nama
Normal
Perlakuan
Waktu (menit)
Es (0ºC)
Air hangat (52ºC)
Ketika
Setelah
Ketika
Setelah
1
SL
36,6
1
36.1
36.7
36.1
36.4
2
36.3
36.4
35.7
36.3
3
36
36.6
36.2
36.3
4
35.5
36.6
36.1
36.3
5
34
36.6
35.9
36.4
2
RL
36,2
1
37
37
37
37
2
37
37
37
37
3
37
37
37
37
4
37
37
37
37
5
37
37
37
37
3
NR
36,5
1
37
37
37
37
2
37
37
37
37
3
37
37
37
37
4
37
37
37
37
5
37
37
37
37
4
MR
37
1
37
36.5
36.5
36.9
2
37.1
36.8
36.8
37.1
3
37
37
36.8
37
4
37
37
36.9
37
5
36.5
37
36.9
37.1

-          Data kelas
No.
Kode Nama
Normal
Perlakuan
Waktu (menit)
Es (0ºC)
Air hangat (52ºC)
Ketika
Setelah
Ketika
Setelah
1.
ST
36,6
1
36,6
36,8
36,6
36,2
2
36,6
36,8
36,6
36,2
3
36,6
36,8
36,6
36,3
4
36,6
36,6
36,6
36,3
5
36,6
36,6
36,6
36,3
2.
ILY
36,5
1
36,5
36,6
36,5
36,8
2
36,5
36,6
36,5
36,8
3
36,5
36,6
36,5
36,8
4
36,5
36,6
36,5
36,8
5
36,5
36,7
36,5
36,8
3.
ND
36,5
1
36,5
35,8
36,5
35,8
2
36,5
35,8
36,5
35,8
3
36,5
35,8
36,5
35,8
4
36,5
35,8
36,5
35,8
5
36,5
35,8
36,5
35,8
4.
IIF
36,6
1
36,6
35,8
36,6
36,2
2
36,6
35,8
36,6
36,2
3
36,6
35,8
36,6
36,3
4
36,6
35,6
36,6
36,3
5
36,6
35,6
36,6
36,3
5.
QM
36,4
1
36,4
36,6
36,4
36,5
2
36,4
36,6
36,4
36,6
3
36,4
36,6
36,4
36,7
4
36,4
36,6
36,4
36,7
5
36,4
36,6
36,4
36,7
6
IDT
35,7
1
36,1
36,6
36,8
37,1
2
37,0
36,6
36,8
37,1
3
37,0
37,0
37,0
36,8
4
37,1
37,0
37,1
36,8
5
37,1
37,0
37,1
36,8
7
DDM
36,6
1
36,9
37,2
37,2
37,3
2
36,9
37,2
37,3
37,3
3
36,9
37,2
37,3
37,3
4
36,9
37,2
37,3
37,3
5
37,0
37,2
37,3
37,3
8
APK
35,5
1
36,1
36,5
36,7
36,8
2
36,1
36,6
36,7
36,8
3
36,7
36,7
36,7
36,8
4
36,7
36,7
36,7
36,8
5
36,7
36,9
36,8
36,8
9
RZ
35,5
1
35,9
35,7
35,7
35,9
2
35,9
35,8
35,9
35,9
3
35,9
35,8
35,9
35,6
4
35,9
35,8
35,9
35,7
5
35,7
35,8
35,9
35,7
10
SL
36,6
1
36.1
36.7
36.1
36.4
2
36.3
36.4
35.7
36.3
3
36
36.6
36.2
36.3
4
35.5
36.6
36.1
36.3
5
34
36.6
35.9
36.4
11
RL
36,2
1
37
37
37
37
2
37
37
37
37
3
37
37
37
37
4
37
37
37
37
5
37
37
37
37
12
NR
36,5
1
37
37
37
37
2
37
37
37
37
3
37
37
37
37
4
37
37
37
37
5
37
37
37
37
13
MR
37
1
37
36.5
36.5
36.9
2
37.1
36.8
36.8
37.1
3
37
37
36.8
37
4
37
37
36.9
37
5
36.5
37
36.9
37.1
14
OT
36,4
1
36,6
37,2
36,6
37,1
2
36,6
37,2
36,6
37,1
3
36,9
36,7
36,9
37
4
36,9
36,9
36,9
36,9
5
37,2
36,9
37,1
36,8
15
JA
36,1
1
36,4
36,5
36,0
36,7
2
36,1
36,6
36,2
36,5
3
35,9
35,5
36,5
36,6
4
36,2
35,6
36,4
36,4
5
36,4
36,1
35,8
36,4
16
TU
35,5
1
35,5
35,8
35,6
35,9
2
35,5
35,8
35,6
35,9
3
35,5
35,8
35,9
36,1
4
35,8
35,9
35,9
36,1
5
35,8
35,9
35,9
36,1
17
DS
35,9
1
35,8
36,9
35,6
35,5
2
35,8
36,1
35,7
35,5
3
35,8
36,3
35,5
35,4
4
35,9
36,3
36,0
35,2
5
36,0
36,4
34,6
35,8
18
ED
36,0
1
36,4
35,9
35,4
35,0
2
36,5
36,4
35,6
35,7
3
36,5
36,5
35,0
35,9
4
36,4
36,2
35,8
36,2
5
36,3
36,5
35,2
36,1
19
RRS
36,3
1
35,6
35,7
36,3
36,2
2
35,4
35,9
36,2
36,3
3
35,7
35,6
36,0
36,4
4
35,7
35,8
36,2
35,7
5
36,0
36,1
35,9
36,5
20
SR
36,2
1
35,9
35,2
36,2
36,1
2
35,6
35,9
36,1
36,2
3
35,4
35,8
36,2
36,2
4
35,8
36,2
36,3
36,0
5
36,0
36,2
36,4
36,2
21
IK
35,0
1
35,7
36,2
36,5
35,9
2
35,7
35,4
36,0
35,7
3
36,1
35,1
35,8
36,3
4
36,2
35,4
36,0
36,0
5
35,6
35,1
36,0
35,8
22
AM
36,0
1
35,6
36,1
36,7
36,5
2
35,9
36,1
36,8
36,9
3
36,1
36,1
36,8
36,9
4
36,1
36,1
36,8
37,0
5
36,1
36,1
36,8
37,0
23
FK
36,2
1
36,6
36,4
36,3
36,6
2
36,6
36,6
36,3
36,6
3
36,6
36,6
36,6
36,6
4
36,6
36,6
36,6
36,6
5
36,6
36,6
36,6
36,6
24
RZ
36,1
1
35,8
36,5
36,4
36,4
2
36,4
37,1
36,4
36,7
3
37,1
37,2
36,7
36,9
4
37,1
37,2
36,7
36,9
5
37,1
37,2
37,1
36,9
25
RY
34,9
1
34,4
34,9
34,7
36,6
2
35,2
35,0
35,0
36,6
3
35,4
35,5
35,4
36,6
4
35,4
35,6
35,4
36,6
5
35,4
35,6
35,5
36,6

2.      Analisis data
Hasil pengukuran suhu tubuh pada setiap perlakuan dianalisis dengan bantuan SPSS v.16 for Windows menggunakan uji beda berpasangan atau Paired Sample T-Test.
1.      Analisis perbedaan suhu pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan sesudah pemberian suhu dingin (air es)
a.      Uji Prasyarat
1)      Uji Homogenitas


Berdasarkan hasil analisis tabel diatas diperoleh signifikansi lebih dari 0,05 yaitu 0,089 (ketika) dan kurang dari 0,05 yaitu 0,020 (setelah), sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika pemberian suhu dingin memiliki variansi yang homogen, sedangkan data pada pengaruh suhu lingkungan setelah pemberian suhu dingin tidak memiliki variansi yang homogeny.
2)      Uji Normalitas


Berdasarkan hasil analisis tabel diatas diperoleh signifikansi lebih dari 0,05 yaitu 0,656 (ketika) dan 0,817 (setelah), sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan setelah pemberian suhu dingin dinyatakan data berdistribusi normal.



b.      Uji Parametrik (Paired Sample T-Test)
Berdasarkan analisis statistic dengan bantuan SPSS diketahui bahwa diketahui data homogen dan berdistribusi normal, sehingga digunakan uji parametric berupa paired sample t-test.

   Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada perlakuan pemberian suhu dingin (air es) diperoleh nilai signifikansi lebih dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara suhu tubuh sebelum dan sesudah perlakuan dengan air es.

2.      Analisis perbedaan suhu pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan sesudah pemberian suhu panas (air hangat)
a.      Uji Prasyarat
1)      Uji Homogenitas

Berdasarkan hasil analisis tabel diatas diperoleh signifikansi kurang dari 0,05 yaitu 0,049 (ketika) dan lebih dari 0,05 yaitu 0,210 (setelah), sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika pemberian suhu panas tidak memiliki variansi yang homogeny sedangkan data pada pengaruh suhu lingkungan setelah pemberian suhu panas memiliki variansi yang homogen.


2)      Uji Normalitas

Berdasarkan hasil analisis tabel diatas diperoleh signifikansi lebih dari 0,05 yaitu 0,691 (ketika) dan 0,679 (setelah), sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan setelah pemberian suhu panas dinyatakan data berdistribusi normal.
b.      Uji Parametrik (Paired Sample T-Test)
Berdasarkan analisis statistik dengan bantuan SPSS diketahui bahwa diketahui data homogen dan berdistribusi normal, sehingga digunakan uji parametric berupa paired sample t-test.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada perlakuan pemberian suhu dingin (air es) diperoleh nilai signifikansi lebih dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara suhu tubuh sebelum dan sesudah perlakuan dengan air hangat.





Diagram 1. Suhu Tubuh Probandus pada Perlakuan Air Es

Diagram 2. Suhu Tubuh Probandus pada Perlakuan Air Hangat


B.      Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh. Terdapat dua perlakuan pada praktikum ini yakni perlakuan suhu lingkungan yang dingin yaitu dengan menggunakan air dingin dan perlakuan suhu lingkungan yang lebih panas dengan meggunakan air hangat 52oC. Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan menggunakan thermometer air raksa atau pun thermometer digital yang ujungnya dihimpitkan pada bagian aksial atau ketiak.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat respon yang berbeda pada perlakuan air es dari probandus yang diteliti. Sebanyak 14 dari 25 probandus yang memberikan respon peningkatan suhu dari ketika dan sesudah diberi perlakuan suhu dingin. Peningkatan suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungan yang lebih dingin merupakan respon normal yang dimiliki oleh makhluk hidup homoiterm, hal tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan suhu normalnya. Jika tubuh tidak merespon dengan peningkatan suhu tubuh atas perubahan lingkungan yang dingin tentu akan mengganggu jalannya metabolisme sel dan yang lebih parah lagi dapat terjadi hipotermia, yaitu suhu tubuh yang terlalu dingin.
Menurut Sherwood (2001), suhu tubuh normal manusia berkisar pada 370C (98,60F). Suhu di inti bagian dalam yang terdiri dari organ-organ abdomen dan toraks, sistem saraf pusat, serta otot rangka, umumnya relative konstan sekitar 37,80C (1000F). Respon yang diberikan pada perubahan lingkungan yang dingin pada probandus pada praktikum ini juga menunjukkan hal yang sebaliknya yaitu terdapat beberapa probandus yang tidak mengalami perubahan suhu tubuh, bahkan terdapat 9 dari 25 probandus yang mengalami penuruan suhu tubuh. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa kemungkinan antara lain:
1.      Adanya human error, baik ketika pembacaan thermometer dan prosedur pengukuran suhu tubuh.
2.      Termometer yang tidak dikalibrasikan atau dinormalkan dengan baik ketika dipakai kembali.
3.      Manipulasi suhu dingin yang kurang maksimal, bisa jadi es yang dipakai probandus sudah mencair sehingga tidak terjadi respon tubuh yang maksimal.
Respon tubuh yang maksimal ketika terjadi perubahan lingkunga yang dingin ditandai dengan menggigil yang merupakan adaptasi tubuh untuk menghasilkan panas. Menurut Djukri dan Heru (2015), mekanisme yang terjadi ketika suhu lingkungan dingin yaitu dengan terjadinya vasokontriksi kulit di seluruh tubuh atau menggigil.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sebanyak 7 dari 25 probandus yang memberikan respon penurunan suhu tubuh dari ketika dan sesudah diberi perlakuan suhu lingkungan panas, yaitu dengan menempelkan air hangat 540C pada leher probandus. Penurunan suhu tubuh tersebut merupakan respon normal yang dilakukan tubuh untuk mempertahan suhu tubuh optimal atau normalnya. Menurut Djukri dan Heru (2015), mekanisme yang terjadi ketika suhu tubuh naik akibat peningkatan suhu lingkungan teradi lewat vasodilatasi pembuluh darah perifer dan ditandai dengan pengeluaran keringat yang menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergik kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat.
Respon pengeluaran keringat akibat peningkatan suhu lingkungan tersebut, dapat dijadikan sebagai penjelasan mengenai 14 dari 21 probandus yang mengalami peningkatan suhu tubuh. Hal tersebut dapat terjadi atas pertimbangan berbagai kemungkinan seperti kurang maksimalnya manipulasi suhu lingkungan yang panas. Bisa jadi air hangat yang ditempelkan pada leher probandus telah turun atau kemungkinan belum terbentuknya keringat yang dijadikan parameter untuk menurunkan suhu tubuh yang naik.
Pengaruh yang diberikan atas respon perubahan suhu lingkungan pada praktikum ini sangat bervariatif. Berdasarkan analisis dengan bantuan SPSS v.16 for windows, setelah dilakukan uji beda berpasangan (paired sample t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap manipulasi perubahan suhu lingkungan yang telah dilakukan. Dengan kata lain tidak terdapat perbedaan antara suhu tubuh normal dengan suhu tubuh ketika maupun setelah diberi perlakukan suhu lingkungan dingin maupun panas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya human error atas ketelitian membaca maupun kegiatan prosedural menggunakan termomoter. Selain itu juga dimungkinkan karena keadaan termometer yang tidak berfungsi maksimal atau berkurangnya kepekaan air raksa di dalamnya.

BAB V
SIMPULAN
A.     Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.      Suhu lingkungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu tubuh probandus. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh antara lain: kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf simpatis, hormone pertumbuhan, hormone tiroid, hormone kelamin, demam (peradangan), status gizi, aktivitas, gangguan organ, dan suhu lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A, Jane B. Reece & Lawrence G. Mitchell. 2002. Biologi (Ed 5 Jilid 3 Terjemahan). Jakarta: Erlangga

Djukri dan Heru Nurcahyo. 2014. Petunjuk Praktikum Biologi Lanjut. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan Bandung : PT. Rineka Cipta.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar