BAB I
TUJUAN PRAKTIKUM
A.
Tujuan Kegiatan
1. Dapat melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh
suhu lingkungan terhadap suhu tubuh
B.
Kompetensi Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran suhu tubuh homeoterm dan mengamati
pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh
BAB II
DASAR TEORI
Manusia adalah homoiterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun suhu
lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya. Kulit
memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di dalam kulit
terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan
oleh sistem saraf. Di samping itu terdapat reseptor berbagai macam sensasi satu
di antaranya adalah termoreseptor (Soewolo dkk, 2005).
Pusat pengatur panas dalam tubuh adah hypothalamus. Hipotalamus ini dikenal
sebagai thermostat yang berada di bawah otak. Terdapat dua hipotalamus, yaitu
hypothalamus anterior yang berfungsi mengatur pembuangan panas dan hypothalamus
posterior yang berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas.
Bila tubuh merasa panas, ada kecenderungan tubuh meningkatkan kehilangan
panas ke lingkungan; bila tubuh merasa dingin, maka kecenderungannya menurunkan
kehilangan panas. Jumlah panas yang hilang ke lingkungan melalui radiasi dan
konduksi-konveksi ditentukan oleh perbedaan suhu antara kulit dan lingkungan
eksternal. Bagian pusat tubuh merupakan ruang yang memiliki suhu yang dijaga
tetap sekitar 37 oC (Soewolo dkk, 2005).
Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah.
Vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang memungkinkan peningkatan aliran darah
panas ke kulit, akan meningkatkan kehilangan panas. Sebaliknya, vasokonstriksi
pembuluh darah kulit mengurangi aliran darah ke kulit, sehingga menjaga suhu
pusat tubuh konstan, dimana darah diinsulasi dari lingkungan eksternal, jadi
menurunkan kehilangan panas. Respon-respon vasomotor kulit ini dikoordinasi
oleh hipotalamus melalui jalur sistem para simpatik. Aktivitas simpatetik yang
ditingkatkan ke pembuluh kutaneus menghasilkan penghematan panas vasokonstriksi
untuk merespon suhu dingin, sedangkan penurunan aktivitas simpatetik
menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi pembuluh darah kulit sebagai respon
terhadap suhu panas (Soewolo
dkk, 2005: 287-288).
Bila benda dingin ditempelkan langsung pada kulit, pembuluh darah makin
berkontraksi sampai suhu 15oC. Saat titik mencapai derajat
konstriksi maksimum pembuluh darah mulai berdilatasi. Dilatisi ini disebabkan
oleh efek langsung pendinginan setempat terhadap pembuluh itu sendiri.
Mekanisme kontraksi dingin membuat hambatan impuls saraf datang ke pembuluh
tersebut pada suhu mendekati suhu 0oC sehingga pembuluh darah
mencapai vasodilatasi maksimum. Hal ini dapat mencegah pembekuan bagian tubuh
yang terkena terutama tangan dan telinga (Syaifuddin, 2009: 324).
Pengaruh lingkungan pada suhu hewan dibagi
menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu
tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin.
Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas. Suhu inti adalah suhu
didalam bagian tengah tubuh (organ-organ abdomen dan toraks, susunan saraf
pusat, dan otot rangka) yang secara homeostatis dipertahankan pada suhu sekitar
37,8oC (Sherwood, 2001).
Mekanisme
termoregulasi panas tersebut berlangsung secara cepat karena melibatkan sistem
saraf dan hormon sehingga disebut neuro-endokrin. Regulasi panas badan
menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif) artinya apabila panas badan
melebihi suhu optimal, maka hipothalamus akan
berusaha menurunkan ke optimal dan sebaliknya. Sebagai ilustrasi jika
suhu lingkungan tinggi atau suhu badan
meningkat 1-2oC, maka kenaikan suhu tersebut akan mempengaruhi
sel-sel saraf hipothalamus selanjutnya
hipothalamus akan menginstruksikan lewat neuron-endokrin ke saraf
perifer agar meningkatkan sirkulasi darah perifer yang berada di bawah kulit
dan meningkatkan perkeringatan sehingga panas badan banyak yang keluar.
Selanjutnya suhu darah yang telah turun tersebut akan ke hipothalamus dan menginstruksikan agar aktifitas sel-sel
sarafnya diturunkan sehingga suhu badan tetap dalam kondisi optimal. (Djukri dan Heru, 2015)
Pemakaian energi oleh tubuh, menghasilkan
panas yang penting dalam pengaturan suhu. Sebagian besar energi
makanan akhirnya diubah menjadi energi panas. Perlunya tubuh menghasilkan panas
secara internal karena manusia hidup di lingkungan yang suhunya lebih dingin
dari suhu tubuhnya. Pembentukkan panaspun akhirnya bergantung pada peristiwa
oksidasi bahan metabolik makanan. Interaksi/pertukaran panas antara hewan dan
lingkungannya dapat terjadi melalui empat cara yaitu konduksi, konveksi, radiasi,
dan evaporasi. Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas
tubuh dengan cara evaporasi. Pelepasan panas melalui radiasi juga sangat kecil
kemungkinannya karena air merupakan penyerap radiasi inframerah yang efektif
(Isnaeni, 2006).
Karena fungsi sel peka terhadap fluktuasi suhu
internal, manusia secara homeostatis mempertahankan suhu tubuh pada tingkat
yang optimal bagi kelangsungan metabolisme yang stabil. Bahkan peningkatan suhu
tubuh sedikit saja sudah dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf dan denaturasi
protein yang ireversibel. Suhu tubuh normal secara tradisional dianggap berada
pada 370C (98,60F). Namun sebenarnya tidak ada suhu tubuh
“normal” karena suhu bervariasi dari organ ke organ. Dari sudut pandang
termoregulatorik, tubuh dapat dianggap sebagai suatu inti di tengah (central
core) dengan lapisan pembungkus di sebelah luar (outer shell). Suhu di inti
bagian dalam yang terdiri dari organ-organ abdomen dan toraks, sistem saraf
pusat, serta otot rangka, umumnya relative konstan sekitar 37,8oC
(1000F). Suhu inti internal inilah yang dianggap sebagai suhu tubuh
dan menjadi subjek pengaturan ketat untuk mempertahankan kestabilannya. Suhu
kulit dapat berfluktuasi antara 200C (680F) dan 400C
(1040F) tanpa mengalami kerusakan. Ini karena suhu kulit sengaja
diubah-ubah sebagai tindakan kontrol untuk membantu mempertahankan agar suhu di
tengah tetap konstan (Sherwood, 2001)
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu
menghasilkan panas secara mandiri dan tidak bergantung pada suhu lingkungan.
Tubuh manusia memiliki seperangkat system yang memungkinkan tubuh manghasilkan,
mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan. Panas yang dihasilkan
tubuh sebenarnya merupakan produk tambahan proses metabolism yang utama.
Asal Panas Pada Tubuh Manusia
Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas secara mandiri
dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Adapun suhu tubuh dihasilkan dari :
1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel tubuh.
2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk
kontraksi otot akibat menggigil).
3. Metabolisme tambahan akibat
pengaruh hormon tiroksin
dan sebagian kecil
hormon lain, misalnya
hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron)
4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan
rangsangan simpatis pada sel.
5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu
sendiri terutama bila temperatur menurun.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core
temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial,
toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan
relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu permukaan (surface
temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub-kutan, dan
lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C sampai 40°C.
Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh manusia cenderung
berfluktuasi setiap saat. banyak faktor yang dapat menyebabkan
perubahan suhu tubuh. Manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu
tubuhnya meski suhu lingkungan berubah. Manusia termasuk ke dalam organisme
berdarah panas (Homokiloterm). untuk membantu guru dalam memahami materi ini
silakan download panduan pembelajaran tentang kestabilan suhu tubuh disini.
Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan,
diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme
umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang
terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan
balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh
untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik
tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. Apabila suhu
tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk
melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara
menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu
kembali pada titik tetap.
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk
mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi
suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur
dengan mekanisme umpan
balik (feed back)
yang diperankan oleh
pusat pengaturan suhu
di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus
mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan
balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang
disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu
tubuh inti konstan pada 37°C.
apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan
terangsang untuk melakukan serangkaian
mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan
meningkatkan pengeluaran panas
sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Mekanisme
Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah
1.
Mekanisme tubuh ketika
suhu tubuh meningkat yaitu :
a.
Vasodilatasi
Vasodilatasi
pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area tubuh. Vasodilatasi ini
disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit,
yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga
delapan kali lipat lebih banyak.
b.
Berkeringat
Pengeluaran
keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang melewati
batas kritis, yaitu 37°C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan
pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C akan
menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu membuang
panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar.
Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat
melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran
impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke
seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic
kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga
dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan
norefineprin.
c.
Penurunan pembentukan panas
Beberapa
mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan menggigil dihambat
dengan kuat.
2.
Mekanisme tubuh ketika
suhu tubuh menurun, yaitu :
a.
Vasokontriksi kulit di
seluruh tubuh
Vasokontriksi
terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior.
b.
Piloereksi
Rangsangan
simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel rambut
berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada binatang tingkat
rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap
lingkungan.
c.
Peningkatan
pembentukan panas
Pembentukan
panas oleh sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme menggigil,
pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi
tiroksin.
Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
1.
Kecepatan metabolisme
basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana
disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2.
Rangsangan saraf
simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi
100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak
coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hamper seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf
simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
3.
Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.
4.
Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia
dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme
menjadi 50-100% diatas normal.
5.
Hormon kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh
sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
6.
Demam
(peradangan/inflamasi)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7.
Status gizi
Mal nutrisi yang
cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi
karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan
metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami
penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak
tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan
isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga
kecepatan jaringan yang lain.
8.
Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan
gesekan antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9.
Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan
suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga
dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10.
Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Alat
-
Termometer badan
-
Pemanas air
-
Stopwatch
B.
Bahan
-
Air panas
-
Es batu
C.
Prosedur Praktikum
Dalam pengukuran suhu tubuh homeoterm dalam hal ini praktikan digunakan
termometer badan yang skalanya 35-430C. ada berbagai tempat yang
biasa digunakan untuk pengukuran suhu tubuh antara lain: aksial (ketiak),
siblingual (oral) dan anal (anus)
1. Sebelum menggunakan termometer harus menunjukkan skala terendah, hal ini
dilakukan dengan cara mengibas-ngibaskan termometer tersebut. Untuk melakukan
hal ini perlu hati-hati karena sering secara tidak sengaja menyentuh tubuh
teman atau benda keras lainnya yang dapat mengakibatkan pecahnya termometer.
2. Menaruh termometer tersebut pada ketiak praktikan selama kurang lebih 3
menit, kemudian mengamati skalanya dan mencatat suhunya. Setelah itu pada leher
menempelkan kompres air dingin selama lima menit, kemudian mengukur suhu tubuh
seperti langkah a) dan mengamati setiap 1 menit. Mengulangi dengan mengganti
kompres air hangat. Mencatat apakah ada perbedaan suhu tubuh praktikan pada
sebelum dan sesudah perlakuan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
1.
Data hasil pengamatan
-
Data kelompok
No.
|
Kode Nama
|
Normal
|
Perlakuan
|
||||
Waktu (menit)
|
Es (0ºC)
|
Air
hangat (52ºC)
|
|||||
Ketika
|
Setelah
|
Ketika
|
Setelah
|
||||
1
|
SL
|
36,6
|
1
|
36.1
|
36.7
|
36.1
|
36.4
|
2
|
36.3
|
36.4
|
35.7
|
36.3
|
|||
3
|
36
|
36.6
|
36.2
|
36.3
|
|||
4
|
35.5
|
36.6
|
36.1
|
36.3
|
|||
5
|
34
|
36.6
|
35.9
|
36.4
|
|||
2
|
RL
|
36,2
|
1
|
37
|
37
|
37
|
37
|
2
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
3
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
4
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
5
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
3
|
NR
|
36,5
|
1
|
37
|
37
|
37
|
37
|
2
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
3
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
4
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
5
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
4
|
MR
|
37
|
1
|
37
|
36.5
|
36.5
|
36.9
|
2
|
37.1
|
36.8
|
36.8
|
37.1
|
|||
3
|
37
|
37
|
36.8
|
37
|
|||
4
|
37
|
37
|
36.9
|
37
|
|||
5
|
36.5
|
37
|
36.9
|
37.1
|
-
Data kelas
No.
|
Kode Nama
|
Normal
|
Perlakuan
|
||||
Waktu (menit)
|
Es (0ºC)
|
Air
hangat (52ºC)
|
|||||
Ketika
|
Setelah
|
Ketika
|
Setelah
|
||||
1.
|
ST
|
36,6
|
1
|
36,6
|
36,8
|
36,6
|
36,2
|
2
|
36,6
|
36,8
|
36,6
|
36,2
|
|||
3
|
36,6
|
36,8
|
36,6
|
36,3
|
|||
4
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
36,3
|
|||
5
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
36,3
|
|||
2.
|
ILY
|
36,5
|
1
|
36,5
|
36,6
|
36,5
|
36,8
|
2
|
36,5
|
36,6
|
36,5
|
36,8
|
|||
3
|
36,5
|
36,6
|
36,5
|
36,8
|
|||
4
|
36,5
|
36,6
|
36,5
|
36,8
|
|||
5
|
36,5
|
36,7
|
36,5
|
36,8
|
|||
3.
|
ND
|
36,5
|
1
|
36,5
|
35,8
|
36,5
|
35,8
|
2
|
36,5
|
35,8
|
36,5
|
35,8
|
|||
3
|
36,5
|
35,8
|
36,5
|
35,8
|
|||
4
|
36,5
|
35,8
|
36,5
|
35,8
|
|||
5
|
36,5
|
35,8
|
36,5
|
35,8
|
|||
4.
|
IIF
|
36,6
|
1
|
36,6
|
35,8
|
36,6
|
36,2
|
2
|
36,6
|
35,8
|
36,6
|
36,2
|
|||
3
|
36,6
|
35,8
|
36,6
|
36,3
|
|||
4
|
36,6
|
35,6
|
36,6
|
36,3
|
|||
5
|
36,6
|
35,6
|
36,6
|
36,3
|
|||
5.
|
QM
|
36,4
|
1
|
36,4
|
36,6
|
36,4
|
36,5
|
2
|
36,4
|
36,6
|
36,4
|
36,6
|
|||
3
|
36,4
|
36,6
|
36,4
|
36,7
|
|||
4
|
36,4
|
36,6
|
36,4
|
36,7
|
|||
5
|
36,4
|
36,6
|
36,4
|
36,7
|
|||
6
|
IDT
|
35,7
|
1
|
36,1
|
36,6
|
36,8
|
37,1
|
2
|
37,0
|
36,6
|
36,8
|
37,1
|
|||
3
|
37,0
|
37,0
|
37,0
|
36,8
|
|||
4
|
37,1
|
37,0
|
37,1
|
36,8
|
|||
5
|
37,1
|
37,0
|
37,1
|
36,8
|
|||
7
|
DDM
|
36,6
|
1
|
36,9
|
37,2
|
37,2
|
37,3
|
2
|
36,9
|
37,2
|
37,3
|
37,3
|
|||
3
|
36,9
|
37,2
|
37,3
|
37,3
|
|||
4
|
36,9
|
37,2
|
37,3
|
37,3
|
|||
5
|
37,0
|
37,2
|
37,3
|
37,3
|
|||
8
|
APK
|
35,5
|
1
|
36,1
|
36,5
|
36,7
|
36,8
|
2
|
36,1
|
36,6
|
36,7
|
36,8
|
|||
3
|
36,7
|
36,7
|
36,7
|
36,8
|
|||
4
|
36,7
|
36,7
|
36,7
|
36,8
|
|||
5
|
36,7
|
36,9
|
36,8
|
36,8
|
|||
9
|
RZ
|
35,5
|
1
|
35,9
|
35,7
|
35,7
|
35,9
|
2
|
35,9
|
35,8
|
35,9
|
35,9
|
|||
3
|
35,9
|
35,8
|
35,9
|
35,6
|
|||
4
|
35,9
|
35,8
|
35,9
|
35,7
|
|||
5
|
35,7
|
35,8
|
35,9
|
35,7
|
|||
10
|
SL
|
36,6
|
1
|
36.1
|
36.7
|
36.1
|
36.4
|
2
|
36.3
|
36.4
|
35.7
|
36.3
|
|||
3
|
36
|
36.6
|
36.2
|
36.3
|
|||
4
|
35.5
|
36.6
|
36.1
|
36.3
|
|||
5
|
34
|
36.6
|
35.9
|
36.4
|
|||
11
|
RL
|
36,2
|
1
|
37
|
37
|
37
|
37
|
2
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
3
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
4
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
5
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
12
|
NR
|
36,5
|
1
|
37
|
37
|
37
|
37
|
2
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
3
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
4
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
5
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||
13
|
MR
|
37
|
1
|
37
|
36.5
|
36.5
|
36.9
|
2
|
37.1
|
36.8
|
36.8
|
37.1
|
|||
3
|
37
|
37
|
36.8
|
37
|
|||
4
|
37
|
37
|
36.9
|
37
|
|||
5
|
36.5
|
37
|
36.9
|
37.1
|
|||
14
|
OT
|
36,4
|
1
|
36,6
|
37,2
|
36,6
|
37,1
|
2
|
36,6
|
37,2
|
36,6
|
37,1
|
|||
3
|
36,9
|
36,7
|
36,9
|
37
|
|||
4
|
36,9
|
36,9
|
36,9
|
36,9
|
|||
5
|
37,2
|
36,9
|
37,1
|
36,8
|
|||
15
|
JA
|
36,1
|
1
|
36,4
|
36,5
|
36,0
|
36,7
|
2
|
36,1
|
36,6
|
36,2
|
36,5
|
|||
3
|
35,9
|
35,5
|
36,5
|
36,6
|
|||
4
|
36,2
|
35,6
|
36,4
|
36,4
|
|||
5
|
36,4
|
36,1
|
35,8
|
36,4
|
|||
16
|
TU
|
35,5
|
1
|
35,5
|
35,8
|
35,6
|
35,9
|
2
|
35,5
|
35,8
|
35,6
|
35,9
|
|||
3
|
35,5
|
35,8
|
35,9
|
36,1
|
|||
4
|
35,8
|
35,9
|
35,9
|
36,1
|
|||
5
|
35,8
|
35,9
|
35,9
|
36,1
|
|||
17
|
DS
|
35,9
|
1
|
35,8
|
36,9
|
35,6
|
35,5
|
2
|
35,8
|
36,1
|
35,7
|
35,5
|
|||
3
|
35,8
|
36,3
|
35,5
|
35,4
|
|||
4
|
35,9
|
36,3
|
36,0
|
35,2
|
|||
5
|
36,0
|
36,4
|
34,6
|
35,8
|
|||
18
|
ED
|
36,0
|
1
|
36,4
|
35,9
|
35,4
|
35,0
|
2
|
36,5
|
36,4
|
35,6
|
35,7
|
|||
3
|
36,5
|
36,5
|
35,0
|
35,9
|
|||
4
|
36,4
|
36,2
|
35,8
|
36,2
|
|||
5
|
36,3
|
36,5
|
35,2
|
36,1
|
|||
19
|
RRS
|
36,3
|
1
|
35,6
|
35,7
|
36,3
|
36,2
|
2
|
35,4
|
35,9
|
36,2
|
36,3
|
|||
3
|
35,7
|
35,6
|
36,0
|
36,4
|
|||
4
|
35,7
|
35,8
|
36,2
|
35,7
|
|||
5
|
36,0
|
36,1
|
35,9
|
36,5
|
|||
20
|
SR
|
36,2
|
1
|
35,9
|
35,2
|
36,2
|
36,1
|
2
|
35,6
|
35,9
|
36,1
|
36,2
|
|||
3
|
35,4
|
35,8
|
36,2
|
36,2
|
|||
4
|
35,8
|
36,2
|
36,3
|
36,0
|
|||
5
|
36,0
|
36,2
|
36,4
|
36,2
|
|||
21
|
IK
|
35,0
|
1
|
35,7
|
36,2
|
36,5
|
35,9
|
2
|
35,7
|
35,4
|
36,0
|
35,7
|
|||
3
|
36,1
|
35,1
|
35,8
|
36,3
|
|||
4
|
36,2
|
35,4
|
36,0
|
36,0
|
|||
5
|
35,6
|
35,1
|
36,0
|
35,8
|
|||
22
|
AM
|
36,0
|
1
|
35,6
|
36,1
|
36,7
|
36,5
|
2
|
35,9
|
36,1
|
36,8
|
36,9
|
|||
3
|
36,1
|
36,1
|
36,8
|
36,9
|
|||
4
|
36,1
|
36,1
|
36,8
|
37,0
|
|||
5
|
36,1
|
36,1
|
36,8
|
37,0
|
|||
23
|
FK
|
36,2
|
1
|
36,6
|
36,4
|
36,3
|
36,6
|
2
|
36,6
|
36,6
|
36,3
|
36,6
|
|||
3
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
|||
4
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
|||
5
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
36,6
|
|||
24
|
RZ
|
36,1
|
1
|
35,8
|
36,5
|
36,4
|
36,4
|
2
|
36,4
|
37,1
|
36,4
|
36,7
|
|||
3
|
37,1
|
37,2
|
36,7
|
36,9
|
|||
4
|
37,1
|
37,2
|
36,7
|
36,9
|
|||
5
|
37,1
|
37,2
|
37,1
|
36,9
|
|||
25
|
RY
|
34,9
|
1
|
34,4
|
34,9
|
34,7
|
36,6
|
2
|
35,2
|
35,0
|
35,0
|
36,6
|
|||
3
|
35,4
|
35,5
|
35,4
|
36,6
|
|||
4
|
35,4
|
35,6
|
35,4
|
36,6
|
|||
5
|
35,4
|
35,6
|
35,5
|
36,6
|
2.
Analisis data
Hasil pengukuran suhu tubuh pada setiap perlakuan
dianalisis dengan bantuan SPSS v.16 for Windows menggunakan uji beda
berpasangan atau Paired Sample T-Test.
1. Analisis perbedaan suhu pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan sesudah
pemberian suhu dingin (air es)
a.
Uji Prasyarat
1)
Uji Homogenitas

Berdasarkan hasil
analisis tabel diatas diperoleh signifikansi lebih dari 0,05
yaitu 0,089 (ketika) dan kurang dari 0,05 yaitu 0,020 (setelah), sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika pemberian suhu dingin memiliki
variansi yang homogen, sedangkan data pada pengaruh suhu lingkungan setelah
pemberian suhu dingin tidak memiliki variansi yang homogeny.
2) Uji Normalitas
Berdasarkan hasil
analisis tabel diatas diperoleh signifikansi lebih dari 0,05
yaitu 0,656 (ketika) dan 0,817 (setelah),
sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan
setelah pemberian suhu dingin dinyatakan data berdistribusi normal.
b.
Uji Parametrik (Paired Sample T-Test)
Berdasarkan analisis statistic dengan bantuan SPSS diketahui bahwa
diketahui data homogen dan berdistribusi normal, sehingga digunakan uji
parametric berupa paired sample t-test.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
pada perlakuan pemberian suhu dingin (air es) diperoleh nilai signifikansi
lebih dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara suhu tubuh sebelum dan sesudah perlakuan dengan air es.
2.
Analisis perbedaan suhu pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan
sesudah pemberian suhu panas (air hangat)
a.
Uji Prasyarat
1)
Uji Homogenitas
Berdasarkan hasil
analisis tabel diatas diperoleh signifikansi kurang dari 0,05 yaitu 0,049 (ketika) dan lebih dari
0,05 yaitu 0,210 (setelah), sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika pemberian suhu panas tidak
memiliki variansi yang homogeny sedangkan data pada pengaruh suhu lingkungan
setelah pemberian suhu panas memiliki variansi yang homogen.
2) Uji Normalitas
Berdasarkan hasil
analisis tabel diatas diperoleh signifikansi lebih dari 0,05
yaitu 0,691 (ketika) dan 0,679 (setelah),
sehingga data pada pengaruh suhu lingkungan ketika dan
setelah pemberian suhu panas dinyatakan data berdistribusi normal.
b.
Uji Parametrik (Paired Sample T-Test)
Berdasarkan analisis statistik dengan bantuan
SPSS diketahui bahwa diketahui data homogen dan berdistribusi normal, sehingga
digunakan uji parametric berupa paired sample t-test.
Berdasarkan tabel di atas
diketahui bahwa pada perlakuan pemberian suhu dingin (air es) diperoleh nilai
signifikansi lebih dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara suhu tubuh sebelum dan sesudah perlakuan dengan air hangat.
Diagram 1. Suhu Tubuh Probandus pada
Perlakuan Air Es
Diagram 2. Suhu Tubuh Probandus pada
Perlakuan Air
Hangat
B.
Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengukur
suhu tubuh homeoterm dan mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu
tubuh. Terdapat dua perlakuan pada praktikum ini yakni perlakuan suhu
lingkungan yang dingin yaitu dengan menggunakan air dingin dan perlakuan suhu
lingkungan yang lebih panas dengan meggunakan air hangat 52oC.
Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan menggunakan thermometer air raksa atau
pun thermometer digital yang ujungnya dihimpitkan pada bagian aksial atau
ketiak.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui
bahwa terdapat respon yang berbeda pada perlakuan air es dari probandus yang
diteliti. Sebanyak 14 dari 25 probandus yang memberikan respon peningkatan suhu
dari ketika dan sesudah diberi perlakuan suhu dingin. Peningkatan suhu tubuh
terhadap perubahan suhu lingkungan yang lebih dingin merupakan respon normal
yang dimiliki oleh makhluk hidup homoiterm, hal tersebut dimaksudkan untuk
mempertahankan suhu normalnya. Jika tubuh tidak merespon dengan peningkatan
suhu tubuh atas perubahan lingkungan yang dingin tentu akan mengganggu jalannya
metabolisme sel dan yang lebih parah lagi dapat terjadi hipotermia, yaitu suhu
tubuh yang terlalu dingin.
Menurut Sherwood (2001), suhu tubuh normal manusia berkisar pada 370C
(98,60F). Suhu di inti bagian dalam yang terdiri dari organ-organ
abdomen dan toraks, sistem saraf pusat, serta otot rangka, umumnya relative konstan
sekitar 37,80C (1000F). Respon yang diberikan pada
perubahan lingkungan yang dingin pada probandus pada praktikum ini juga
menunjukkan hal yang sebaliknya yaitu terdapat beberapa probandus yang tidak
mengalami perubahan suhu tubuh, bahkan terdapat 9 dari 25 probandus yang
mengalami penuruan suhu tubuh. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa
kemungkinan antara lain:
1. Adanya human error, baik ketika pembacaan thermometer dan prosedur pengukuran
suhu tubuh.
2. Termometer yang tidak dikalibrasikan atau dinormalkan dengan baik ketika
dipakai kembali.
3. Manipulasi suhu dingin yang kurang maksimal, bisa jadi es yang dipakai probandus
sudah mencair sehingga tidak terjadi respon tubuh yang maksimal.
Respon tubuh yang maksimal ketika terjadi
perubahan lingkunga yang dingin ditandai dengan menggigil yang merupakan
adaptasi tubuh untuk menghasilkan panas. Menurut Djukri dan Heru (2015),
mekanisme yang terjadi ketika suhu lingkungan dingin yaitu dengan terjadinya
vasokontriksi kulit di seluruh tubuh atau menggigil.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sebanyak 7 dari 25 probandus yang memberikan respon
penurunan suhu tubuh dari ketika dan sesudah diberi perlakuan suhu lingkungan
panas, yaitu dengan menempelkan air hangat 540C pada leher
probandus. Penurunan suhu tubuh tersebut merupakan respon normal yang dilakukan
tubuh untuk mempertahan suhu tubuh optimal atau normalnya. Menurut Djukri dan
Heru (2015), mekanisme yang terjadi ketika suhu tubuh naik akibat peningkatan
suhu lingkungan teradi lewat vasodilatasi pembuluh darah perifer dan ditandai
dengan pengeluaran keringat yang menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi. Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan
suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C dirangsang oleh pengeluaran impuls
di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh
kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergik kelenjar
keringat, yang merangsang produksi keringat.
Respon pengeluaran keringat akibat peningkatan
suhu lingkungan tersebut, dapat dijadikan sebagai penjelasan mengenai 14 dari
21 probandus yang mengalami peningkatan suhu tubuh. Hal tersebut dapat terjadi
atas pertimbangan berbagai kemungkinan seperti kurang maksimalnya manipulasi
suhu lingkungan yang panas. Bisa jadi air hangat yang ditempelkan pada leher probandus
telah turun atau kemungkinan belum terbentuknya keringat yang dijadikan
parameter untuk menurunkan suhu tubuh yang naik.
Pengaruh yang diberikan atas respon perubahan
suhu lingkungan pada praktikum ini sangat bervariatif. Berdasarkan analisis
dengan bantuan SPSS v.16 for windows, setelah dilakukan uji beda berpasangan
(paired sample t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
terhadap manipulasi perubahan suhu lingkungan yang telah dilakukan. Dengan kata
lain tidak terdapat perbedaan antara suhu tubuh normal dengan suhu tubuh ketika
maupun setelah diberi perlakukan suhu lingkungan dingin maupun panas. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya human error atas ketelitian membaca maupun
kegiatan prosedural menggunakan termomoter. Selain itu juga dimungkinkan karena
keadaan termometer yang tidak berfungsi maksimal atau berkurangnya kepekaan air
raksa di dalamnya.
BAB V
SIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Suhu lingkungan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap suhu tubuh probandus. Faktor
yang mempengaruhi suhu tubuh antara lain: kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf
simpatis, hormone pertumbuhan, hormone tiroid, hormone kelamin, demam
(peradangan), status gizi, aktivitas, gangguan organ, dan suhu lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell, Neil A, Jane B. Reece & Lawrence G. Mitchell. 2002. Biologi (Ed 5 Jilid 3 Terjemahan). Jakarta: Erlangga
Djukri dan Heru Nurcahyo. 2014. Petunjuk Praktikum Biologi
Lanjut. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi
Hewan Bandung : PT. Rineka Cipta.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi
manusia. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar